Sabtu, 28 Maret 2009

Buah dari Kejujuran



KEJUJURAN

Kejujuran merupakan cermin dari kualitas pengamalan akhlaq mulia. Rasulullah saw bersabda: "Orang-orang mukmin yang paling sempurna ialah yang paling baik akhlaknya" (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Hibban dan al-Hakim). Hadits lain: "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia" (HR Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad, Ahmad dan al-Hakim).  

Arti jujur

Apa sih Jujur ?
Jujur, tulus, tidak culas, lurus hati

Jujur jika diartikan secara baku adalah "mengakui, berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai kenyataan dan kebenaran".Bila berpatokan pada arti kata yang baku dan harafiah maka jika seseorang berkata tidak sesuai dengan kebenaran dan kenyataan atau tidak mengakui suatu hal sesuai yang sebenarnya, orang tersebut sudah dapat dianggap atau dinilai tidak jujur, menipu, mungkir, berbohong, munafik atau lainnya.

 

Kejujuran mencakup semua hal dari sejak kita berniat sampai beraktifitas. Kata 
Nabi, lakukanlah kejujuran dalam segala aktifitas kamu. Mau berjuang, kita 
harus jujur, kalahpun harus jujur.
 
Dalam surat Al-Maidah 119
Allah berfirman: "Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar (jujur). kebenaran mereka. bagi mereka surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha terhadapNya[457]. Itulah keberuntungan yang paling besar".
 

Hadist

"Wajib atas kalian untuk jujur, sebab jujur itu akan membawa kebaikan, dan kebaikan akan menunjukkan jalan ke surga, begitu pula seseorang senantiasa jujur dan memperhatikan kejujuran, sehingga akan termaktub di sisi Allah atas kejujurannya. Sebaliknya, janganlah berdusta, sebab dusta akan mengarah pada kejahatan, dan kejahatan akan membewa ke neraka, seseorang yang senantiasa berdusta, dan memperhatikan kedustaannya, sehingga tercatat di sisi Allah sebagai pendusta" (HR. Bukhari-Muslim dari Ibnu Mas'ud)

Kejujuran dalam berucap
 
Kejujuran dalam berucap yakni Berkata benar dan tepat. Pastikan bahwa setiap perkataan yang keluar dari lisan kita terlebih dulu telah melalui pertimbangan yang matang. Jangan sampai kita tergelincir dengan mengatakan sesuatu berupa kebohongan, sengaja atau tidak. Berkata dista adalah salah datu diantara jebakan yang setan pasang yang sangat efektif lagi menyengsarakan dan menghinakan bagi hidup kita.
Hati yang semula jernih, ketika sekali saja berbohong, maka kebohongan itu akan terus menghantui dan memenjarakan dirinya. Dia akan ketakutan juka sewaktu-waktu kebohongannya terbongkar. Dia akan terus menutupi kebohongannya agar kehormatannya selamat. Mungkin saja untuk itu dia akan membuat kebohongan-kebohongan baru. Dan begitulah seterusnya, dia terus berbohong, menutupi satu kebohongan dengan kebohongan-kebohongan lain. Saking seringnya berbohong, hatinya pun menjadi bebal, tak lagi mengenal mana yang jujur dan mana yang bohong. Baginya, kejujuran dan kebohongan adalah sama saja. Nauzubillah min zalik
 
Kerugian paling fatal yang akan diderita para pendusta adalah kehilangan kepercayaan dari orang lain. Sekali kita diketahui berdusta, maka seribu kali pun kita benar, tetap saja orang akan meragukannya. Sangat sulit dan memakan waktu untuk memulihkankepercayaan orang ketika pernah sengaja membohonginya. Bagi para pembohong yang tidak bertaubat dari kedustaannya, Allah mencatatnya sebagai pembohong disisi-Nya.
 
Oleh karena itu, marilah kita selalu bertekad untuk menjadi orang yang sangat jujurdan terpercaya sampai mati kelak. Mari kita hindari mulut ini berucap dusta sekecil apapun terhadap siapapun.
 
Kejujuran dalam bertindak
 
Dalam bertindak pun kita harus jujur. Jangan curang, jangan menipu dan jangan 
memanipulasi fakta dan data. Bertindakpun selain kita harus benar juga harus 
tepat. Misalkan dalam ingin bertindak melawan kejahatan, bagi kita sebagai 
rakyat tindakan yang jujur adalah melaporkan kejahatan kepada pihak kepolisian. 
Tidak jujur bila kita main hakim sendiri. Bagi polisi, jujur apabila melawan 
kejahatan dengan mengejar dan menangkap pelakunya. Pengadilan yang jujur adalah 
pengadilan yang mampu memberikan hukuman setimpal dengan perbuatannya.
 
Dalam berdagang pun kita harus jujur, ungkapkan aib barangnya, jangan sampai 
ditutup-tutupi. Rasulullah mengajarkan hal ini dalam berdagang, apakah lantas 
barang dagangannya kemudian menjadi tidak laku. Malah sebaliknya, sangat laku 
keras, sehingga beliau terkenal seorang pedagang yang jujur dan orang-orangpun 
datang berbondong-bondong kepadanya.
 
Pada siapa saja kita harus jujur ?

Kejujuran Pada Diri Sendiri
 
Kejujuran pada diri sendiri adalah kejujuran yang dilandasi pada pengakuan diri 
bahwa dirinya memiliki kemampuan dan kekurangan. Apabila dirinya tidak mampu 
untuk mengerjakan sesuatu maka dia akan katakan tidak mampu. Apabila dirinya 
memang tidak tahu, maka dia akan katakan tidak tahu. Orang yang mengakui 
kelemahan dirinya adalah orang yang lebih berpengetahuan daripada orang yang 
mengatakan bisa, tahu padahal dirinya tidak bisa dan tidak tahu.
 
Kejujuran Pada Manusia

Kejujuran mengantar seseorang dan orang lain mendapat kebaikan dan mengantarnya 
ke surga. Jujur pada anak-anak kita adalah mengakui dengan sepenuh hati 
kemampuan, kekurangan dan keterbatasan mereka. Sehingga jujur pada anak kecil 
adalah menerima kesalahan-kesalahan kecilnya, tidak memaki dia, tidak membebani 
dia dengan beban berat.
 
Kejujuran Pada Allah
 
Kejujuran pada Allah adalah kejujuran yang mengakui fakta bahwa Allah adalah 
Esa, Satu dan segala sifat-sifatNya yang Agung, seperti Maha Pemurah, 
Penyayang. Itulah Tauhid, kejujuran yang paling tinggi kata Nabi. Dampak dari 
kejujuran ini adalah sebuah keikhlasan dan ketulusan pada Allah dalam segala 
tindak kita.
 

Orang yang berdusta


“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta” (QS. An-Nahl : 105)

 

Dalam hal ini Rasulullah saw. memberi keringanan seperti dalam hadis dari Ummi Kaltsoum: "Saya tidak mendengar Rasulullah saw. memberi keringanan pada suatu kebohongan kecuali tiga masalah: Seseorang yang membicarakan masalah dengan maksud mengadakan perbaikan (Islah); seseorang membicarakan masalah pada saat konflik perang (agar selamat), dan seseorang yang merayu istrinya begitu juga istri merayu suami.(HR. Muslim) Ada juga hadits yang menyatakan, Rasulullah bersabda: "Bukanlah pendusta orang yang ingin melerai konflik sesama, hingga orang tersebut berkata: semoga baik dan menjadi baik" (HR. Mutafaq Alaih)

 

Kiat-kiat untuk dapat terus berlaku jujur adalah :
- Carilah teman yang jujur dan hindari teman yang buruk
- Carilah lingkungan yang jujur dan hindari lingkungan yang buruk
- Ingat selalu dampak buruk dari ketidakjujuran
- Ingat kepada Allah.
 
Disini aku punya sedikit cerita tentang betapa manisnya arti dari sebuah kejujuran, mudah2an cerita ini bisa menggugah hati kita semua untuk selalu bersikap jujur terhadap siapapun, dan mudah-mudahan Allah selallu melindungi hati kita dari sifat kebohongan.

 

 

Jujur Berbuah Surga

 

Di pinggir kota Mekkah, pada zaman ulama salafush shalih dahulu, ada seorang lelaki miskin yang hidup dengan keluarganya, lelaki itu bernama Amin. Meskipun miskin, Amin adalah orang yang jujur dan baik hati.

Suatu hari, dia mencari makanan di dapur. Perutnya terasa sangat lapar. Dia mencari, kalau-kalau ada yang bisa di makan untuk mengganjal perutnya. Akan tetapi, sungguh malang, dia tidak mendapatkan apa-apa. Bahkan, roti kering dan garam pun tidak ada. Amin bergegas membuka pintu hendak keluar rumah.

“Suamiku, apakah kau akan tinggalkankami dalam keadaan kelaparan tanpa makanan?” tanya istrinya sambil menggendong anaknya yang sedang sakit panas.

“Aku akan pergi ke Ka’bah untuk thawaf dan shalat di sana. Aku akan berdoa agar Allah membuka pintu-pintu rezeki kita,” jawab Amin lembut.

Amin melangkahkan kaki pergi ke Ka’bah.

Sesampai di sana, dia thawaf tujuh putaran. Lalu, dia sholat dua rakaat di depan makam Ibrahim. Setelah itu, Amin berdoa dan menangis di Multazam, yang terletak antara Hajar Aswad dan pintu ka’bah. Dalam doanya, dia meminta kepada Allah agar diberi kemudahan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Hari itu, Masjid haram penuh dengan jama’ah haji. Begitu selesai thawaf, shalat dan berdoa, Amin melangkahkan kaki menuju sumur zam-zam untuk minum. Dia minum sekenyang-kenyangnya, sebagaimana diajarkan oleh Baginda Nabi. Air zam-zamlah yang selama ini setia mengisi perutnya yang lapar. Loalu, dia melangkah, berniat hendak keluar masjid dan pulang.

Baru beberapa langkah, kakinya menyenggol sesuatu,. Amin berhenti dan melihat apa yang diinjaknya. Ternyata, sebuah kantong berwarna hijau. Dia berjongkok untuk mengambil kantong itu. Setelah di buka, kantong itu ternyata berisi uang dinar emas yang tidak sedikit jumlahnya. Lalu, Amin membawa uang itu ke rumahnya dengan hati berbunga-bunga.

Begitu sampai di rumah, dia berkata pada istrinya dengan wajah gembira, “Lihat istrinya, apa yang aku peroleh hari ini? Lihatlah, aku membawa kantong penuh berisi uang dinar emas!”

“Dari mana kau dapatkankantong berisi uang sebanyak itu?” istrinya langsung menyahut.

“Aku menemukannya di Masjidil Haram,” jawab Amin.

“Kalu beghitu, cepat kau letakkan kembali kantong itu di tempatnya semula. Itu bukan uang milik kita. Itu harta oarng lain. Orang yang kehilangan hartanya itu, saat ini pasti sedang sedih. Kantong yang kau temukan itu adalah amanah. Ayolah, cepat kau kembalikan kantong itu pada tempatnya. Kita harus jujur dan amanah. Lebih baik aku dan anak-anakku mati kelaparan daripada makan rezeki yang tidak halal!” ucap istrinya.

Amin terkejut mendengar perkataan istrinya itu. Dia terhenyak sesaat. Namun, perlahan dia tersadar dan merasakan bahwa apa yang di ucapkan istrinya itu benar, kantong itu bukan miliknya. Itu milik orang lain. Dia tidak berhak memilikinya.

“Benar! Ini adalah amanah. Aku harus mengembalikannya kepada pemiliknya,” kata nuraninya.

Amin pun lantas teringat namanya. Ah, namanya saja Amin. Amin berarti orang yang dapat di percaya; orang yang bisa menjaga amanah. Dia harus benar-benar seorang Amin seperti akhlak Baginda Nabi. Seketika itu juga dia langsung melangkah menuju Masjidil Haram.

Begitu sampai di dalam masjid, Amin mendengar seorang jamaah haji memakai pakaian ihram, berteriak keras, “Wahai hamba Allah sekalian, wahai jamaah haji, wahai para tetamu Allah, apakah di antara kalian ada yang menemukan kantong hijau milikku?”

Amin mendekat, lalu bertanya pada orang yang berteriak itu, “apakah kau tahu apa isi kantong itu, Tuan haji?”

“Ya aku tahu, di dalam kantong hijau itu berisi uang seratus lima puluh dinar,” jawab lelaki itu.

Dia mengeluarkan kantong itu dari balik bajunya dan memberikannya pada lelaki itu seraya berkata, “kau benar, ambillah kantong ini! Inilah barang yang kau cari-cari itu.”

Pak haji menerima kantong itu dengan wajah cerah. Dia langsung menghitung isinya. Ternyata, isinya masih utuh, tidak berkurang satu keping pun.

Setelah itu pak haji mengajak Amin duduk di tempat yang agak sepi dan berkata, “Saudaraku, kantong ini sekarang menjadi milikmu, masih ada satu kantong lagi berisi seribu dinar untukmu.”

Amin terkejut mendengar perkataan itu.

Dengan nada bingung dia bertanya, “bagai mana ini? Aku memberikan kantongmu, lalu kau malah bilang itu milikku? Bahkan, kau menambahkan satu kantong lagi berisi seribu dinar? Aku sama sekali tidak paham maksudmu, Tuan haji.”

Pak haji menjawab, “Harta ini di berikan kepadaku oleh seorang lelaki beriman dari Mesir. Dia mewasiatkan kepadaku, agar meletakkan sebagiannya di dalam Masjidil Haram. Jika ada seseorang menemukannya dan dengan jujurdia mengembalikan kepadaku, aku di suruh memberikan seluruh harta ini kepadanya.”

Amin takjub mendengar perkataan lelaki tua itu.

Lalu dia bertanya, “Tetapi, mengapa lelaki beriman dari Mesir itu memintamu melakukan hal tadi?”

Pak haji menjawab, “Dia menginginkan sedekahnya sampai ke tangan orang yang jujur dan amanah. Kamu telah mengembalikan kantong itu dengan penuh amanah. Siapa pun yang bisa menjaga amanah, berarti dia dapat di percaya. Orang seperti itu, selain makan, ia juga akan bersedekah dengan apa yang ada padanya. Orang seperti itu tidak akan mementingkan dirinya sediri. Dengan demikian, sedekah lelaki beriman dari Mesir itu akan di terima oleh Allah SWT.”

Akhirnya, pak haji itu benar-benar memberikan dua kantong uang kepada lelaki miskin bernama Amin itu. Dengan hati penuh rasa syukur kepada Allah, Amin pulang sambil membawa seribu seratus dinar emas. Dia menyerahkan uang itu kepada istrinya tercinta sambil menjelaskan jalan ceritanya..

“Nah, sekarang, uang ini halal bagi kita. Ayo, kita membeli makanan dan pakaian untuk anak-anak kita. Sudah dua hari mereka tidak makan. Jangan lupa, sedekahkan sebagian uang itu kepada orang-orang yang memerlukan,” kata istrinya lembut.

“akan segera aku lakukan, Istriku,” jawab Amin.

Dia langsung bergegas keluar rumah,. Di halaman rumahnya, dia bersujud syukur. Keningnya langsung menyentuh tanah.

Dalam sujudnya, dia membaca tasbih dan berdoa, “Alhamdulillah, segala puji bagi-Mu ya Allah, yang telah memberikan seorang istri solihah kepadaku. Segala puji bagi-Mu ya Allah, yang telah mengalirkan rizekisedemikian banyak kepadaku. Segala puji bagi-Mu ya Allah, atas segala nikmat yang Engkau karuniakan kepadaku.”

Setelah itu, Amin pergi ke pasar dan membagi-bagikan sedekah kepada fakir miskin. Dia semakin sadar bahwa dengan meninggalkan rezeki yang haram, Allah menggantinya dengan rizeki yang halal, dan jauh lebih banyak. Amin semakin yakin akan ajaran Rasulullah bahwa kejujuran adalah pintu menuju surga; surga di dunia dan akhirat.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar